Minggu, 02 Maret 2014

10 Sentilan KPK Soal KUHAP yang Bikin SBY Panas

TEMPO.CO, Jakarta - Ribut-ribut revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sampai juga ke radar Istana Kepresidenan. Lewat para pembantunya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjamin tak ada niat sedikit pun, baik sebagai pribadi maupun pemimpin pemerintahan, untuk mengebiri kewenangan lembaga penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi, lewat revisi undang-undang warisan kolonial Belanda itu.
"Tidak benar ada upaya mendukung pelemahan KPK, begitu pula dengan lembaga lain," kata juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 26 Februari 2014. Menurut Julian, pembahasan revisi KUHAP kini tengah dilangsungkan pemerintah bersama Komisi Hukum DPR di Senayan. "Kami semua sepakat kepada KPK untuk pemberantasan korupsi."
Soal kritik KPK yang menuding revisi KUHAP melemahkan lembaganya, Menteri Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto menyarankan KPK mengajukan keberatan jika ada sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang dinilai melemahkan kewenangan lembaga antirasuah itu. (Baca: Djoko Suyanto: Tak Usah Menuduh Menyembelih KPK)
"Kalau memang KPK ingin kewenangannya tidak dikebiri, berikan daftar isian masalah kepada pemerintah dan DPR," kata Djoko, melalui sambungan telepon dengan Tempo, Senin, 24 Februari 2014. Menurut dia, daftar berisi pasal-pasal yang dipermasalahkan KPK ini bisa dibahas secara terbuka di DPR. "Jangan teriak-teriak dan menuduh pihak yang lain itu seolah-olah tidak antikorupsi." (Baca: Menko Djoko: KPK Jangan Hanya 'Ngadu' ke Media Massa)  
Hal senada juga disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin. Menurut Amir, tuduhan KPK bahwa revisi KUHAP disponsori kepentingan para koruptor sangat melukai perasaan. "Seandainya itu benar, mereka punya data itu, tidak usah melalui proses hukum, saya wajib meletakkan jabatan hari ini juga, tidak menunggu besok," kata Amir. "(Revisi) itu usulan puluhan tahun tetapi baru di era saya itu bisa maju." (Baca: Menteri Amir: Revisi KUHAP Tak Lemahkan KPK)  

Berikut ini sejumlah komentar pimpnan KPK yang ditengarai membikin pemerintahan Presiden Yudhoyono kebakaran jenggot: 
1. DIANGGAP MELECEHKAN HAKIM
Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas, berpendapat revisi KUHP bukan saja menghambat pemberantasan korupsi, tapi juga menghina hakim. Sebab, jika beleid itu disahkan DPR, maka hakim Mahkamah Agung tak bisa lagi menjatuhkan vonis lebih berat ketimbang Pengadilan Tinggi. "Ini penghinaan, pelecehan terhadap independensi hakim," ujarnya. (Kamis, 27 Februari 2014).
2. DISEBUT MENGGERGAJI KOMUNITAS HAKIM
Busyro berpendapat ketentuan itu bertentangan Prinsip Bangalore yang disusun Perserikatan Bangsa-bangsa, yang menegaskan kemandirian para hakim. Bentuk independensi hakim itu antara lain adanya kewenangan mengubah putusan tingkat di bawahnya jika ada pertimbangan hukum yang keliru. "Ini menggergaji, meluluhlantakkan, penghinaan terhadap komunitas hakim." (Kamis, 27 Februari 2014).
3. SINDIR KINERJA TAK BERES
Busyro berpendapat naskah akademik beleid itu bersemangat melemahkan secara sistemis lembaga-lembaga khusus negara seperti KPK, Badan Narkotika Nasional, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, serta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Padahal, kinerja pemerintah secara umum sering tak beres. "Saya hafal cara kerja pemerintah. Tidak sistemis, saling kontradiktif antarkementerian dan lembaga." (Kamis, 27 Februari 2014).
4. JANGAN AJAK RAKYAT NEKAT
Langkah pemerintah dan DPR meneruskan pembahasan revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dinilai sebagai langkah nekat. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menganggap pemerintah dan DPR sedang mengajari rakyat untuk bersifat nekat. "Kalau ngurus negara dengan semangat nekat, saya enggak tahu ini negara apa," ujarnya. (Kamis, 27 Februari 2014).
5. ADA AGENDA POLITIK
Busyro menuding Presiden Yudhoyono menunggangi RUU KUHAP untuk kepentingan politiknya. "Kita tahu, kepala pemerintahan ini juga ketua umum partai, sehingga dia pasti punya kepentingan politik dengan RUU ini," ujarnya. Busyro menuturkan, Julian memang sudah menyatakan Yudhoyono tak berniat melemahkan KPK. "Tapi soal niat atau tidak, yang tahu cuma SBY dan Allah SWT sendiri," ucapnya. Faktanya, kata Busyro, kini naskah RUU KUHAP dipenuhi pasal-pasal yang bakal menghambat penegakan hukum, termasuk pemberantasan korupsi. (Kamis, 27 Februari 2014).

6. MINTA SBY JANGAN GENGSI
Jika Yudhoyono ingin membuktikan tak ada kepentingan politik di balik kengototan pemerintah meneruskan pembahasan RUU KUHAP, kata Busyro, caranya tak sulit. "Jangan gengsi-gengsian, tarik saja, Anda akan kami back-up sepenuhnya," tutur Busyro. Jika Presiden tak menarik RUU KUHAP, Yudhoyono dan Partai Demokrat justru bakal mendapat stigma negatif. "Ini tahun terakhirnya menjabat presiden. Kami harap supaya happy ending, khusnul khotimah (berakhir dengan mulia) secara politik." (Kamis, 27 Februari 2014).

7. MERAGUKAN KEJUJURAN SBY
KPK meragukan kejujuran pemerintah dan DPR dalam membahas revisi KUHAP. Setidaknya, meski Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin menjamin keleluasaan KPK untuk menyadap, nyatanya naskah RUU KUHAP pada Pasal 83 malah menunjukkan kewenangan penyadapan itu dipersulit. "Dengan pasal 83 itu, pemerintah terang-benderang mempersulit penyadapan," ujar Busyro. (Selasa, 25 Februari 2014).
8. SPONSOR PARA KORUPTOR
Komisi Pemberantasan Korupsi mengkhawatirkan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disusupi kepentingan sponsor yang datand dari kalangan koruptor. Sebab, banyak pasal dalam naskah beleid itu yang bisa melemahkan pemberantasan korupsi. "Masalahnya, kalau revisi KUHAP ini gol, padahal ada masukan dari sponsor koruptor, apa akibatnya?" ujar Wakil Ketua KPK Zulkarnain. (Rabu, 26 Februari 2014).
9. SINDIRAN HAKIM PEMERIKSA
KPK mempertanyakan konsep hakim pemeriksa pendahuluan yang ada dalam naskah revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sebab, posisi hakim tersebut mempersulit penegakan hukum, termasuk pemberantasan korupsi. "Hakim jenis ini makhluk apa?" ujar Busyro. "Bangsa Indonesia kaya nilai-nilai luhur. Aneh, hukum sepenting ini menjiplak Belanda, terkesan tidak mampu memfilter dan asal asing."
10. BOHONGI PUBLIK LEWAT PENYADAPAN
KPK menilai pemerintah membohongi publik dengan mengklaim naskah revisi KUHAP tetap memungkinkan KPK leluasa menyadap. Padahal, naskah RUU KUHAP pasal 83 menunjukkan kewenangan penyadapan KPK bakal dipersulit. "Ini (hakim pemeriksa) pasti ribet sekali, dan kemungkinan bocornya besar," ujar Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. "Saya mungkin salah memahami, tapi sangat khawatir sekali klaim itu dapat dituduh oleh masyarakat pencari keadilan sebagai menyesatkan dan membohongi publik." (Selasa, 25 Februari 2014).
BUNGA MANGGIASIH | MUHAMAD RIZKI | LINDA TRIANITA | PRIHANDOKO | BOBBY CHANDRA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar