Kamis, 03 April 2014

Muhammadiyah Segera Revisi Fatwa Tato Tak Dilarang

TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Bidang Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fuad Zein mengatakan Islam tak memperbolehkan seseorang merajah tubuhnya. »Wasyimah (tato) itu tidak boleh,” katanya dihubungi Tempo, Rabu, 2 April 2014.

Dalam situsnya, www.fatwatarjih.com, Majelis Tarjih mengunggah tulisan ihwal hukum seseorang menato tubuh. Dalam tulisan berjudul Hukum Tato, Rajah, Air Tape, dan Lain-lain yang diunggah pada Senin, 15 Agustus 2011, itu disebutkan tato adalah perhiasan. Berdasarkan Al-Quran 18:7 dan 7:32 disimpulkan hukum tato adalah mubah. Artinya, tak ada larangan ataupun anjuran. Meski demikian, jika perbuatan merajah tubuh itu membawa dampak negatif, hukum tato menjadi makruh (lebih baik ditinggalkan), bahkan haram.
Fuad mengatakan Majelis Tarjih memang pernah mengeluarkan fatwa tentang menato tubuh. Dalam fatwa itu, kata dia, hukum tato memang tak sampai pada tingkat haram. »Tapi itu fatwa lama,” katanya. Hukum tato muncul di situs itu merupakan fatwa yang dikeluarkan sekitar tahun 2000. »Itu belum diperbarui.”
Menurut dia, fatwa itu butuh perbaikan dan pembaruan. Dalam mengkaji hukum perlu pembahasan yang mendetail. Semisal, apakah tato itu melekat di tubuh selamanya (permanen) atau tidak. Atau, hingga pada pembahasan apakah bahan tato berasal dari bahan yang najis (penghalang seseorang dalam beribadah). »Temporer atau tidak,” katanya.
Menurut dia, tradisi merajah tubuh juga dikenal oleh masyarakat Arab. »Digunakan oleh pengantin,” katanya. Tato yang mereka gunakan adalah rajah tak permanen.
Adapun masyarakat nusantara sejak lama mengenal tato. Sebut saja suku Dayak Iban di Kalimantan Barat. Seniman tato di Yogyakarta, Herpianto Hendra, mengatakan bagi Suku Iban, tato bukan sekadar merajah tubuh. Motif dan penempatannya di tubuh juga tak boleh sembarangan karena tato memiliki maksud dan tujuan tertentu.
Sebut saja satu contoh motif »bungai terung”. Tato jenis ini biasa ditempatkan di bahu. Hanya lelaki yang mempunyai tato ini karena mereka dianggap memikul tanggung jawab keluarga. »Ada beberapa versi model tato orang Iban, tapi bentuk dasarnya tetap sama,” katanya.
Lelaki asal Kalimantan itu pernah melakuskan riset kecil untuk mendokumentasikan motif dan makna tato Dayak Iban. Hasil karyanya kini dipamerkan di Via-Via Kafe Yoyakarta dalam pameran berjudul Tanah to Indai Kitai (Tanah adalah Ibuk Kita): Potret Dayak Iban yang berlangsung pada 30 Maret-20 April 2014.
Ia mengatakan salah satu alasan pendokumentasian bentuk tato itu adalah karena tak banyak generasi muda suku Iban yang kini merajah tubuhnya. Kalaupun ada, tato itu biasa ditemukan di tubuh orang-orang berusia tua. »Bagaimana kalau yang tua-tua itu sudah tak ada lagi,” katanya, yang  khawatir budaya tato suku Iban akan tergerus zaman.
Menurut dia, ada sejumlah alasan memudarnya tato pada suku Iban. Di antaranya, kedatangan agama baru; larangan orang bertato tak bisa mendaftar sebagai tentara, polisi, dan pegawai pemerintah; serta anggapan buruk pada orang bertato. »Khususnya pada masa Petrus (penembakan misterius),” katanya.
ANANG ZAKARIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar