Rabu, 05 Maret 2014

Kenapa Karen membantah BAP?

MERDEKA.COM. Kesaksian Dirut PT Pertamina, Galaila Karen Agustiawan, kemarin di Pengadilan Tipikor Jakarta membuat publik terheran-heran. Pangkal persoalannya, bos perempuan itu menyampaikan kesaksian yang tidak sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dulu.

Salah satu yang beda dengan BAP adalah soal dugaan permintaan uang dari dua politikus Partai Demokrat di Komisi VII DPR, yakni Sutan Bhatoegana dan Jhonny Allen Marbun.

Anggota Majelis Hakim Purwono Edi Santoso awalnya menanyakan kepada Karen ihwal pihak lain yang meminta uang 'THR' kepadanya, selain mantan Sekjen Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. Tetapi, Karen langsung menepisnya. Hakim Purwono yang merasa janggal mendesak Karen dengan cara membacakan BAP.

"Ini di BAP saksi disebutkan pernah anak buah saksi, Afdal Bahaudin dan Hanung Budya pernah dipanggil oleh Sutan Bhatoegana dan Jhonny Allen Marbun yang meminta uang THR? Bagaimana?," tanya Hakim Purwono kepada Karen, dalam sidang terdakwa Rudi Rubiandini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta kemarin.

Karen langsung berkelit dan menyatakan dia tidak mengalami langsung hal itu. Dia juga berdalih tidak pernah menerima laporan dari Afdal dan Haning soal itu. "Saya luruskan yang mulia. Saya tidak mengalami langsung, makanya saya sudah perbaiki BAP," kata Karen.

"Tetapi ini rinci keterangan saudara saksi. Dua halaman. Kalau tidak mengalami kok rinci ini keterangannya," selidik Hakim Purwono.

Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto dan anggota Majelis Hakim Anwar merasa tidak yakin dengan jawaban Karen. Mereka lantas mencecarnya soal itu. Tetapi, Karen tetap berkilah tidak tahu.

Hakim Ketua Amin lantas membacakan BAP Karen. Dalam BAP tertanggal 8 November 2013, Karen mengakui ada orang lain yang meminta uang kepadanya selain Sekjen ESDM, Waryono Karno. Menurut Karen, dua anak buahnya, Afdal Bahaudin dan Hanung Budya pernah dipanggil oleh Sutan dan Jhonny Allen.

Menurut dia, keduanya dimintai sejumlah uang terkait penetapan dan pengesahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara-Perubahan pada 2011, 2012 dan 2013. Terkait penetapan APBN-P 2011, Karen memaparkan, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko PT Pertamina, Afdal Bahaudin, dan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina, Hanung Badya, dipanggil oleh Jhonny Allen dan Sutan Bhatoegana ke ruangan Komisi VII di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, dalam rapat asumsi makro APBN 2012.

Jhonny Allen meminta kepada Afdel dan Hanung untuk memberikan Rp 1/liter untuk volume bahan bakar minyak PSO/BBM subsidi. Bahkan, Jhonny mengancam bakal mengakhiri karier keduanya jika permintaannya tidak dikabulkan.

Sementara, pada 2012, Direktur Gas PT Pertamina, Hary K dan Hanung Budya dipanggil oleh Jhonny Allen dan Sutan Bhatoegana untuk datang ke Komisi VII DPR ke salah satu ruangan. Karen mengatakan, Jhonny Allen meminta komisi dari setiap pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas.

Menurut Karen dalam BAP, dua anak buahnya itu juga diancam akan diberhentikan jika tidak memberikan komisi itu. Karena permintaan mereka tidak dipenuhi, tutur Karen, Pertamina akhirnya mendapatkan pengurangan alokasi untuk pembangunan SPBG.

Dalam sidang kasus suap SKK Migas terdahulu, Jhonny Allen juga disebut sebagai pihak yang menagih utang kepada mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini, sebesar USD 1 juta. Menurut Rudi, dia bingung karena yang berutang adalah Kepala BP Migas, Raden Prijono, yang menjabat sebelum dia.

Melihat Karen yang seling berbelit dan bersaksi tak sesuai BAP, anggota Majelis Hakim Matheus Samiaji= memperingatkan agar bos BUMN itu tidak main-main dalam memberikan kesaksian di depan sidang.

"Dipanggil sebagai saksi di persidangan ada kewajiban hukum. Setelah saksi disumpah juga ada akibat hukumnya kalau memberi keterangan palsu atau berusaha menyembunyikan keterangan. Bisa dijerat sumpah palsu," ancam Hakim Matheus.

Hakim Matheus mengakui Pengadilan Tipikor kerap dikritik lantaran terlalu sering membiarkan saksi memberikan keterangan semaunya meski bertentangan dengan BAP. Maka dari itu, lanjut dia, belakangan aturan mulai diperketat demi menghindari keterangan yang berbelit dari saksi.

"Kalau saksi tahu dan memberikan keterangan tidak sebenarnya itu bukan hak saksi. Itu namanya ambil risiko. Bisa langsung ditetapkan dan ditahan. Makanya kalau jadi saksi berikan keterangan apa adanya. Kalau berkelit ambil risiko. Kalau mulai ditetapkan kesaksian palsu, bisa enggak pulang lagi ke rumah. Kami enggak menakuti karena ada undang-undangnya," lanjut Hakim Matheus.

Setelah diperingatkan hakim, wajah Karen nampak tegang. Dia pun terdiam beberapa saat dan mengaku paham atas peringatan hakim. Ada apa Karen?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar