Rabu, 02 April 2014

Hubungan Baik Indonesia-AS Terancam Memburuk Jika Prabowo Jadi Presiden

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hubungan Indonesia-AS diprediksi akan memburuk apabila Prabowo Subianto menjadi presiden nantinya. Hal tersebut menyusul pemberitaan New York Times yang menyebut pemerintah Amerika Serikat menolak jika Prabowo jadi presiden.

"Tetapi kalau selevel presiden pun ditolak AS, maka tentu akan berpengaruh terhadap hubungan Indonesia-AS, berikut konsekuensinya dalam geostrategi Asia Pasifik," ujar Pengamat Politik Universitas Nasional, Alfan Alfian kepada Tribunnews.com, Selasa(1/4/2014).
Hanya saja menurut Alfan, memburuknya hubungan Indonesia-AS karena Prabowo menjadi presiden tidak sampai kepada level penarikan aset-aset Amerika Serikat yang berada di Indonesia. AS kata Alfan masih membutuhkan Indonesia guna mencegah invasi China yang juga menjadi saingan berat AS di Asia Pasifik.
"Saya kira tidak sampai sejauh itu, karena AS tetap membutuhkan Indonesia sebagai mitra strategis di kawasan Asia Pasifik. Apalagi kita berada pada abad Asia Pasifik, yang ditandai pula oleh tingginya persaingan pengaruh antara AS dan China," ujarnya.
Kendati demikian Alfan mengatakan pemilihan presiden merupakan urusan dalam negeri Indonesia, tidak seharusnya Amerika Serikat mencampuri urusan Indonesia apalagi sampai mengintervensi.
"Penolakan terhadap Prabowo oleh memang sudah jadi isu klasik. Sekarang Prabowo masih capres, tetapi kalau sudah presiden, mungkin akan lain, yakni bisa jadi ternyata tidak ditolak," ujarnya.
Sebelumnya harian New York Times memberitakan soal penolakan AS terhadap Prabowo Subianto apabila menjadi presiden. Amerika Serikat sangat keberatan apabila Prabowo nantinya menjadi orang nomor satu di Indonesia.
"Prabowo yang lulus dari program pelatihan militer Amerika pada tahun 1980 dan merupakan pengagum Amerika Serikat telah selama bertahun-tahun membuat jelas bahwa ia ingin bertemu dengan para pejabat Amerika tingkat tinggi . Sejauh ini, Amerika Serikat telah keberatan," tulis salah satu jurnalis Joe Cochrane di New York Times, 26 Maret 2014 lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar