Jumat, 28 Februari 2014

Nama Sutan Bathoegana Cs di Papan Tulis Kementerian ESDM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Waryono Karno marah besar begitu tahu uang yang dibawa utusan SKK Migas hanya 50 ribu dolar AS. Mantan Sekjen Kementerian ESDM tersebut kesal lantaran uang terlalu sedikit.

Padahal uang tersebut untuk diserahkan ke Komisi VII DPR RI jelang rapat kerja terakhir sebelum Lebaran untuk membahas asumsi mikro Rancangan APBN Perubahan (RAPBNP).
Lantaran terlalu sedikit,  uang belum jadi diserahkan dan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini tertangkap dulu oleh KPK pada tanggal 13 Agustus 2013. Waryono baru memberikan 140 ribu dolar AS bagi seluruh pimpinan dan anggota Komisi VII DPR yang berjumlah 47 orang.
Adalah mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi yang mengungkap uang haram ke anggota DPR itu.
Awalnya Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto menanyakan beberapa hal yang standar seperti apakah dia mengenal Rudi atau tidak dan mengetahui kasusnya. Dari pertanyaan itulah kemudian muncul soal uang 190.000 dolar AS yang terbagi dalam dua tahap pemberian yakni 140.000 dan 50.000 dolar AS.

Didi menguraikan proses pemberian tahap pertama sebesar 140.000 dolar AS. Awalnya, pada 28 Mei 2013 sekitar pukul 09.00 WIB Didi diundang ke ruangan makan Sekjen Waryono Karno yang biasa juga digunakan untuk ruangan rapat, untuk mempersiapkan rapat di DPR bersama Komisi VII.
Di ruangan besar di dekat ruangan tersebut ada rapat yang diselenggarakan Sekjen bersama jajarannya untuk mempersiapkan asumsi mikro Rancangan APBN Perubahan (RAPBNP). Waryono menyuruh siapkan dana untuk disampaikan ke Komisi VII DPR.
"Saya bilang saya tidak ada uang, uang dari mana," kata Didi saat bersaksi bagi Rudi Rubiandin di Pengadilan Tipikor hari Selasa (25/2).
Waryono kemudian memerintahkan Didi untuk menelpon orang SKK Migas. Didi mengaku tidak punya kapasitas untuk menelpon. Waryono ngotot dan menyuruh Didi memanggil Kabiro Perencanaan Kementerian ESDM Ego Syahrial (sekarang mantan Kabiro).
Ego diperintahkan membantu Didi. Tidak berapa lama, Waryono menyuruh Didi segera menelpon Hardiono (pegawai SKK Migas). Karena Didi tidak punya nomornya, maka Waryono kembali kukuh mengarahkan Didi menggunakan telpon wireless sekretariat.
Di ujung telepon ternyata Hardiono sudah paham maksud Waryono. "Setelah itu saya kasih telepon wireless itu ke Pak Sekjen. Setelah itu Pak Sekjen keluar (dari ruangnya) dia bilag nanti ada dana dari SKK," ujarnya.
Tak berselang lama, Hardiono yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala BP Migas yang kini menjadi tenaga ahli SKK Migas itu kemudian membawa bungkusan. Bungkusan itu kata Hardiono, "ini dari SKK Migas". Bungukusan kemudian diletakan Didi di meja rapat.
Saat itu ada Waryono dan pegawai Setjen Asep Permana. Waryono memerintahkan dibuka. Tetapi Didi menolak karena bukan tugas pokok dan fungsinya. Kemudian Waryono kembali marah lagi.
Ego kembail dipanggil tetapi tidak bisa hadir karena sedang rapat. "Lalu kami (saya) dan Pak Asep hitung. Jumlahnya 140.000 dolar AS, itu seingat kami (saya)," ujar Didi.
Waryono kemudian dengan cekatan menulis di papan tulis kertas dan menyebutkan pembagian-pembagiannya. Untuk empat pimpinan Komisi VII yakni Ketua Sutan Bhatoegana dan Wakil Ketua dijatah masing-masing sebesar 7.500 dolar AS. Untuk 43 anggota Komisi VII  masing-masing 2.500 dolar AS. Sedangkan untuk sekretariatnya sebesar 2.500 dolar AS.
Uang 140.000 dolar AS dari SKK Migas itu ludes. Setelah itu uang dimasukan dalam amplop dengn kode diujungnya, P untuk pimpinan, A untuk anggota, dan S untuk sekretariat. Amplop-amplop lalu dimasukan ke dalam paper bag.
"Kemudian saya telpon stafnya Ketua Komisi VII Pak Sutan Bhatoegana bernama Pak Iriyanto. Dia datang ke kantor ESDM dan mengambilnya. Kemudian ada tanda terima dan dia mau tanda tangan. Tanda terima sudah kami serahkan ke penyidik," ujarnya.
"Kami juga terangkan ke Pak Hardianto sebagamana (kode-kode itu) yang di tandatangani di tanda terima," sambung Didi.
Sebenarnya ada dua bungkusan lain berisi uang yang diterima ESDM untuk diserahkan ke Komisi VII DPR. Tetapi Didi mengaku lupa berapa jumlahnya dan dari siapa.

Seingatnya dua bungkusan itu bukan dari SKK Migas. Yang jelas kata, masih ada tambahan lagi uang yang diperuntukan bagia Komisi VII bila ada perjalanan dinas ke luar negeri. "Saya lupa yang mulia dua bungkusan itu," kata Didi.
Pemberian kedua 50.000 dolar AS berawal dari tanggal 12 Juni 2013. Saat itu Waryono menanyakan apakah ada lagi dana dari SKK Migas.
Dana itu dibutuhkan untuk dibawa ke rapat kerja (raker) terkahir ESDM dengan Komisi VII. Tak berapa lama ada orang SKK Migas yang datang ke kantor

Setjen dan mencari Waryono. Kepada pejabat yang tidak dikenalnya itu, Didi mengatakan serahkan dan percaya saja kepada dirinya.
"Yang ngantar bukan Pak Hardianto. Dia mengaku dari SKK. Dia bilang suruhan Pak Rudi,"ujarnya.

Mengetahui itu Waryono kaget dan menanyakan kenapa hanya 50.000 dolar AS. Bahkan Waryono marah besar.
Uang kemudian diletakkan di meja ruang tapat. Satu minggu sebelumnya yakni Kamis (6/6/13) amplop dengan kode yang sama yakni P, A, S sudah disiapkan.

Setelah uang 50.000 dolar ASSditerima kemudian Waryono ke DPR mengikuti rapat yang sudah lebih dulu dihadiri Menteri ESDM Jero Wacik.
Setelah Waryono pulang uang belum juga diserahkan dan masih tersimpan di Keuangan Setjen ESDM.

Padahal rencananya uang itu akan diserahkan ke Komisi VII untuk kepentingan rapat.
"Kemudian saya tanya ke Sekjen. Komentarnya Pak Pak Rudi ditangkap. Sampai akhirnya Pak Sekjen ditemui teman-teman KPK. Saat ini sudah di penyidik uangnya," ujarnya.
Kesaksian Didi Dwi soal uang itu diperkuat dengan kesaksian Tri Kusuma saat ditanyakan oleh hakim anggota Matheus Samiadji. Terkait kesaksian Didi, Tri Kusuma mengaku pernah diminta Rudi Rubiandini mencari orang untuk antarkan bungkusan dalam paper bag ke Sekjen ESDM pada akhir Mei 2013.
"Saya tanya nanti siapa yang terima. Pak Rudi bilang kasi saja atau ada Pak Hardiono," ujarnya.
Akhirnya yang membawa bungkusan itu yakni staf sekretariat SKK Migas Hermawan. Sekitar lima atau menit 10 menit uang sudah dibawa. Hermawan langsung melaporkan ke Tri Kusuma.
Informasi yang Tri Kusuma terima bahwa Hermawan diantar atau diarahkan ke ruangan rapat Sekjen ESDM dan sudah Hardiono. Pasca pemberian itu Rudi tidak menanyakan. "Tapi saya tidak tahu isi bungkusannya apa. Karena saya tidak tanya ke Pak Rudi," ujarnya.
Pemberian paket bungkusan berikutnya yakni pada 12 Juni 2013. Saat itu Rudi memanggil Hermawan dan memberikan satu bungkusan.
Saat itu Rudi meminta agar bungkusan dibawa ke Kabiro Keuangan ESDM, Didi Dwi yang baru dilihat Tri Kusuma di persidangan kemarin. Saat itu Rudi berpesan kepada Hermawan kalau uang sudah diterima maka dimohon agar Didi Dwi menghubungi Rudi.
"Setelah dibawa saya laporkan ke Pak Rudi. Kalau bungkusan yang pertama Pak Rudi tidak minta untuk dilaporkan," imbuhnya.
Tri Kusuma kemudian melanjutkan pernah diperintahkan Rudi menukarkan 90.000 dollar Singapura dalam kurun waktu tiga kali di PT Duta Putra Valutama. Pertama, 20.000 dollar Singapura pada 26 Juni 2013 setelah ditukarkan kemudian ditransfer ke seseorang bernama Rudi Gunawan.
Kedua, 27 Juni 2013 sebesar 50.000 dollar Singapura yang kemudian hasil penukarannya ditransfer lagi ke Rudi Gunawan. Sisa uang dari dua hasil penukaran dan transfer itu diserahkan ke Rudi Rubiandini.
Ketiga, 1 Juli 2013 sebesar 20.000 dollar Singapura. Setelah itu uang ditransfer ke seseorang bernama Icha Aisyah.
Sutan dan Waryono Karno dalam persidangan kukuh membantah menerima uang dari SKK Migas. Berkali-kali dicecar majelis hakim dan jaksa KPK, keduanya tetap membantahnya. begitu juga ketika hakim sudah memperingatkan adanya ancaman pidana bagi saksi yang memberi keterangan palsu.
Johan Budi sendiri memastikan pihaknya masih mengembangkan kasus SKK Migas dan dugaan suap di Kementerian ESDM. Karena itu menurutnyan tak menutup kemungkinan, pihaknya akan memeriksa orang-orang Komisi VII terkait hal tersebeut. "Yang pasti kasus ini masih dikembangkan," kata Johan Budi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar