Jumat, 28 Februari 2014

Diancam Penggal Kepala, Gubernur Bali: Ini Serius

TEMPO.CO, Denpasar - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menilai serius spanduk yang bertuliskan "Penggal Kepala Mangku P" yang dipasang di depan kantor Gubernur Bali di kawasan Renon, Denpasar. Bahkan dalam spanduk itu terdapat banyak cap jempol berdarah beserta sejumlah kata yang bernada umpatan.

"Saya anggap ini serius. Tulisannya juga besar. Ada darah manusia. Ini sudah bukan soal  sembarangan,” katanya di press room kantor Gubernur Bali, Kamis, 27 Februari 2014.
Mantan Kepala Polda Bali itu mengaku terganggu dengan adanya spanduk tersebut. Meski baginya masalah seperti itu merupakan risiko yang harus diterimanya sebagai seorang pemimpin. Sebenarnya ia tidak ingin mengeluh atau curhat. "Tapi kali ini persoalannya agak berbeda. Saya anggap serius walaupun orang lain menganggapnya enteng,” ujar Pastika.
Pastika menyatakan dirinya sudah melaporkan masalah itu ke Polda Bali. Bahkan Pastika sangat ingin bertemu langsung dengan pembuat spanduk tersebut. "Mudah-mudahan Polda dapat menangkap orangnya. Gampang sih nyarinya. Kalau polisi enggak menemukan, saya akan cari sendiri,” ucapnya dengan nada marah.
Humas Polda Bali Ajun Komisaris Besar Polisi Haryadi mengatakan pihaknya masih mempelajari laporan Pastika. "Laporannya sudah kami terima, kami masih pelajari. Sekarang masih kami selidiki.”
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, spanduk itu merupakan salah satu bentuk ekspresi warga Bali yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Dalam hal ini, Pastika sudah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 1727/01-BH/2013 yang mengizinkan dilakukannya studi kelayakan berkaitan dengan reklamasi itu.
Seperti diberitakan Tempo.co, aksi penentangan terus terjadi di Bali. Ahad lalu, 16 Februari 2014, ratusan warga Denpasar yang mengatasnamakan diri Jaringan Aksi Tolak Reklamasi (Jalak) Sidakarya menggelar aksi unjuk rasa.
Mereka menggelar panggung terbuka di tengah jalan sehingga jalur lalu lintas antara Sanur dan Sesetan ditutup selama dua jam. Dalam aksi itu, para peserta aksi yang didominasi anak muda membutuhkan cap jempol darah. Aksi diselingi pembacaan puisi dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
"Apakah Saudara setuju Bali ditenggelamkan oleh segelintir orang dengan alasan peningkatan pendapatan asli daerah? Penolakan terhadap reklamasi Teluk Benoa adalah harga mati!” teriak salah seorang pengunjuk rasa, Made Sudarta, saat berorasi.
Sudarta menjelaskan bahwa reklamasi Teluk Benoa akan membahayakan Desa Sidakarya dan kawasan lain di pesisir selatan Kota Denpasar, seperti Sanur, Pamogan, dan Sesetan. Saat ini letak kawasan itu hanya 2 meter di atas permukaan laut. Sedangkan reklamasi direncanakan setinggi 6 meter. "Sidakarya dan kawasan lain di pesisir selatan Kota Denpasar akan tenggelam," ujarnya.
Karena itu, Sudarta mendesak Pastika agar segera mencabut surat keputusan yang ditekennya. Apabila tidak dicabut, Made Sukerta, pengunjuk rasa lainnya, mengajak masyarakat melakukan pembangkangan sosial terhadap Pastika.
Ketua Jalak Sidakarya Nyoman Putrawan bahkan menantang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena dianggap memuluskan rencana reklamasi. "Presiden SBY telah mengubah zonasi konservasi di Teluk Benoa. Itu berarti ia telah merestui rencana reklamasi tersebut," tuturnya.
Putrawan menuding Gubernur Pastika terlalu berpihak kepada investor dan tidak mempedulikan dampak reklamasi bagi warga. Karena itu, Putrawan mengancam bahwa warga dari Jarak Sidakarya akan terus berunjuk rasa menggalang kekuatan hingga rencana reklamasi benar-benar dihentikan.
PUTU HERRY IDRAWAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar