Senin, 28 April 2014

Mengintip lokalisasi Surabaya usai ditutup Risma

MERDEKA.COM. Pemerintah Kota Surabaya yang dinahkodai Tri Rismaharini, bersama Pemprov Jawa Timur dan Kementerian Sosial (Kemsos) memang telah menutup beberapa titik lokalisasi di kota itu. Misalnya lokalisasi Dupak Bangunsari, Sememi, Morokrembangan dan Klakah Rejo. Sementara beberapa lokalisasi lain masih menunggu ditutup, misalnya lokalisasi terbesar di Surabaya Gang Dolly, yang rencananya ditutup dalam waktu dekat.

Lokalisasi selama ini memang lekat dengan Kota Pahlawan. Di sana menjamur titik-titik lokasi prostitusi, sebelum penutupan dilakukan. Sebelum era kepemimpinan Risma, para wali kota Surabaya sebelumnya juga mewacanakan penutupan lokalisasi tersebut, namun dalam catatan belum ada yang semaksimal sekarang.

Para pekerja seks komersil (PSK) di beberapa lokalisasi yang ditutup diberi modal beragam, antara Rp 3 juta hingga Rp 5 juta. PSK yang berasal dari luar Surabaya dipulangkan, sementara untuk warga setempat dibina, dilatih keterampilan agar bisa hidup setelah keluar dari dunia prostitusi itu.

Misalnya PSK di daerah Dupak Bangunsari (Kremil) yang ditutup pada 2013 lalu. Para pekerja seks di sana diberi modal Rp 3 juta. Selain itu, pemerintah juga membangun pasar sosial di area lokalisasi, yaitu sekitar Rp 1,5 miliar lebih.

Merdeka.com pada Kamis (24/4) malam berkunjung ke kawasan Kremil pasca-penutupan. Meski secara resmi lokalisasi itu sudah ditutup, tapi rupanya tidak maksimal. Rumah-rumah dengan label 'komunitas' karaoke masih berdiri dengan memajang perempuan-perempuan berbaju ketat. "Sepintas memang tidak ada PSK-nya. Tapi secara terselubung mereka masih," kata Ratna (bukan nama sebenarnya), penjual minuman di Kremil.

Menurut dia, modal uang yang diberikan pemerintah belum cukup buat memenuhi kebutuhan eks pelacur, mucikari, dan mami-mami di rumah prostitusi. "Kalau mau mencari, di dalam, di kontrakan-kontrakan masih ada, tapi terselubung."

Di sisi lain, ekonomi warga sekitar pasca-penutupan menurun drastis. Misalnya Ratna itu. Dulu, sebelum penutupan, satu krat bir sehari semalam bisa ludes terjual. "Sekarang satu krat saja belum habis sebulan. Yang beli jarang-jarang, paling beli dibawa pulang dikantongi plastik. Tidak seramai dulu," ujar Ratna mengimbuhkan.

Penutupan lokalisasi di Surabaya ini juga diragukan bisa menyelesaikan masalah. Seperti dilontarkan Anggota DPRD Kota Surabaya Baktiono. Dia mengkritisi penutupan lokalisasi di Bangun Sari. Menurut dia, pasca-penutupan, sekarang ini di kawasan itu banyak berdiri kos-kosan liar.

Bahkan, dia melanjutkan, di depan hotel-hotel di kawasan tersebut juga banyak berdiri para PSK ini. Tidak menutup kemungkinan, kata dia, nanti PSK lain yang hendak ditutup, seperti Dolly juga seperti itu. "Mereka akan 'telecekan' (bertebaran tak teratur). Itu kan berbahaya," ujarnya beberapa waktu lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar