TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Presiden konvensi rakyat, Rizal Ramli, mengkritik keras jargon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat kampanye pilpres tahun 2004.
Rizal menuturkan apa yang dikatakan SBY sebagai jargonnya yakni pro growth, pro job, dan pro poor adalah masukan dari dirinya. Namun ia mengaku kecewa implementasi dari jargon tersebut tidak sesuai harapan.
"Kampanye 2004, saya bilang ke SBY untuk program pro growth, pro job, dan pro poor. Tapi hasilnya perosotan," cetus Rizal di aula Fakultas Kedokteran UI, Jumat (7/3/2014).
Rizal menuturkan selama 10 tahun terakhir perekonomian Indonesia tumbuh lima sampai enam persen. Namun menurutnya pertumbuhan itu bukan dari faktor nasional melainkan internasional.
"Harga komoditi naik selama 10 tahun. Banyak hot money dari negara maju ke negara berkembang. Rakyat kita enggak ngerti ekonomi makro. Yang penting kesejahteraannya naik enggak?" tegasnya.
"Indeks untuk mengukur kesejahteraan itu pembangunan manusia. Gizinya cukup enggak, bagaimana akses untuk pendidikan," ujarnya.
Rizal menuturkan apa yang dikatakan SBY sebagai jargonnya yakni pro growth, pro job, dan pro poor adalah masukan dari dirinya. Namun ia mengaku kecewa implementasi dari jargon tersebut tidak sesuai harapan.
"Kampanye 2004, saya bilang ke SBY untuk program pro growth, pro job, dan pro poor. Tapi hasilnya perosotan," cetus Rizal di aula Fakultas Kedokteran UI, Jumat (7/3/2014).
Rizal menuturkan selama 10 tahun terakhir perekonomian Indonesia tumbuh lima sampai enam persen. Namun menurutnya pertumbuhan itu bukan dari faktor nasional melainkan internasional.
"Harga komoditi naik selama 10 tahun. Banyak hot money dari negara maju ke negara berkembang. Rakyat kita enggak ngerti ekonomi makro. Yang penting kesejahteraannya naik enggak?" tegasnya.
"Indeks untuk mengukur kesejahteraan itu pembangunan manusia. Gizinya cukup enggak, bagaimana akses untuk pendidikan," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar