Selasa, 25 Maret 2014

Penyidik KPK Mengeluh Saat Anas Sebut SBY

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mengeluh dan terkesan bingung ketika mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengaku pernah menerima uang Rp 300 juta dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Uang itulah yang digunakan Anas untuk membeli mobil Toyota Harrier yang sempat dianggap sebagai  gratifikasi.
Reaksi penyidik KPK dalam pemeriksaan Anas dijelaskan oleh Firman Wijaya, penasihat hukum Anas, kepada Tribun, Minggu (23/3/2014).
"Penyidik-penyidik itu enggak meragukan (keterangan Anas). Cuma cara mengetiknya aja jadi semangat, tak tik tok, tak tik tok. Penyidik juga ada yang bilang, 'Aduh...! Bagaimana ini?'" ujar Firman menceritakan pengalamannya mendampingi Anas menjalani pemeriksaan KPK pada Jumat (21/3/2014).
"Penyidik kelihatan bingung waktu Anas kasih keterangan itu. Saya sampaikan ke penyidik, ini persoalan keadilan, ini sebuah konsekuensi dari pemeriksaan Anas. Jadi, harus diteruskan (ditindaklanjuti)," kata Firman. "Saya juga bilang, sudah-lah diikuti aja proses ini," imbuh Firman.
Pada pemeriksaan Jumat lalu, Anas memberikan informasi tentang adanya penyumbang fiktif ke Partai Demokrat pada Pilpres 2009. Penyumbang fiktif itu diduga untuk menutupi dana yang didapat dari kasus Bank Century.
Selain itu, Anas juga menjelaskan kronologi pembelian mobil Toyota Harrier yang sempat diduga merupakan gratifikasi.
 Anas mengaku membayar Rp 200 juta sebagai uang muka pembelian mobil Toyota Harrier tersebut. Uang Rp 200 juta itu merupakan bagian dari uang Rp 300 juta yang didapatnya dari SBY.
Uang tersebut merupakan hadiah atau tanda terima kasih karena atas pemenangan Partai Demokrat dan SBY pada pemilu dan pilpres 2009.
"Jadi, efek pengakuan AU pada Jumat lalu, pemeriksaan jadi lengkap. Setelah pengakuan AU itu, penyidik menghentikan pemeriksaan," kata Firman.
"Waktu penyidik bilang istirahat dulu, Anas menjawab, 'Saya diajak istirahat ayo, mau diajak ke kanan ayo, ke kiri ayo, ke atas dan bawah juga ayo. Diperiksa sampai malam juga siap'. Namun penyidiknya  bilang istirahat dulu," ujar Firman. Tapi, menurut Firman, di saat istirahat itu, penyidik menggelar rapat.
Kepada penyidik, Anas juga menceritakan tentang kebijakan kepada dirinya sewaktu menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI. Menurut Anas, saat itu, ia mendapat perintah untuk mengamankan kasus Century agar tidak dipermasalahkan oleh para anggota DPR.
Anas sebelumnya meminta kepada KPK menyelidiki kemungkinan dana talangan Bank Century mengalir ke Partai Demokrat dan digunakan untuk kampanye di tahun 2009.
Namun, kemarin, Firman menjelaskan bahwa Anas belum menyerahkan data tersebut. Anas baru memberi tahu penyidik bahwa ia memiliki data tentang hasil audit dana kampanye tahun 2009. Sementara data yang sesungguhnya, masih disimpan di tempat rahasia.
Firman mengatakan, Anas Urbaningrum ingin menjadi justice collaborator. Karena itulah Anas belum sepenuhnya memberikan informasi dan dokumen ke penyidik KPK, baik berkaitan dengan kasusnya, penerimaan gratifikasi proyek Hambalang dan lainnya, maupun kasus Bank Century.
"Kami sedang memperjuangkan justice collaborator untuk Anas agar dia bisa memperjelas semua yang dia tahu. Tapi itu bukan tanpa risiko. Kami kalkulasi betul karena ini sangat berisiko," kata Firman.
Berbagai risiko, seperti ancaman ataupun kekerasan terhadap Anas maupun keluarganya, juga sedang diperhitungkan oleh Firman.
Justice collaborator adalah situasi di mana satu pelaku tindak pidana tertentu, seperti korupsi, yang memberikan keterangan dan menjadi saksi di dalam proses peradilan. Jika menjadi justice collaborator, berarti Anas telah mengakui tindak pidana korupsi yang dituduhkan kepadanya.
Firman mengakui informasi dan bukti yang dimiliki Anas menjadi modal untuk mengajukan justice collaborator. (tribun/coz/edwin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar