Jumat, 15 Agustus 2014

Hasyim Muzadi: Aborsi boleh-boleh saja, asal?

MERDEKA.COM. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi berpendapatan bahwa aborsi atau menggugurkan kandungan kehamilan "boleh-boleh" saja.

"Sejauh guna kesehatan dan keselamatan sang ibu, aborsi boleh-boleh saja," tandasnya saat berada di Banjarmasin untuk menanggapi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi di Indonesia, seperti dikutip dari Antara, Jumat (15/8).

Namun salah seorang Rois Suriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu tak mengemukakan dalil-dalil membolehkan aborsi, kecuali menyatakan, menyatakan mendukung kegiatan/usaha tersebut.

"Sejauh aborsi tersebut bertujuan positif dan dalam keadaan gawat darurat, guna kesehatan dan menyelamatkan sang ibu, saya dukung cara itu," kata mantan calon wakil presiden RI pada pemilu 2004 itu menjawab wartawan di Banjarmasin.

"Oleh sebab itu, lihat dulu motivasi atau tujuan aborsi tersebut, bukan sembarang atau seenaknya melakukannya," demikian Hasyim Muzadi.

Ia mengemukakan itu, di sela-sela Sarasehan Nasional Ulama Pesantren dan Cendekiawan tentang Keagamaan, Keummatan dan Kebangsaan, di Swiss-Bill Hotel Borneo Banjarmasin.

Sementara PP 61/2014 bertujuan antara lain untuk memberikan perlindungan serta jaminan kesehatan reproduksi, minimal sesuai standar kesehatan minimal.

Selain itu, ada indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larang aborsi. Sebagaimana pasal 31 ayat (1) PP 61/2014 menyatakan, tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan : indikasi kedaruratan medis; atau kehamilan akibat perkosaan.

Berdasarkan PP 61/2014 itu pula, tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b Pasal 31, hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Sedangkan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud Pasal 31 ayat (1) huruf a meliptui; kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu.

Dan/atau kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat dalam PP 61/2014 ini dilaksanakan sesuai dengan standar.

Kemudian penentuan adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan tersebut, dilakukan oleh tim kelayakan aborsi.

Tim sebagaimana dimaksud peraturan itu paling sedikit terdiri dari dua orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar