Selasa, 01 April 2014

Kisah Pengakuan ABG Cabe-cabean (2)

TRIBUNNEWS.COM -- Sosok Sasya sebenarnya bukan 'cabe' di balapan liar. Orangtuanya sudah tak ada. Ibunya bekerja mencuci pakaian milik tetangganya. Sasya tinggal di gang sempit di kawasan Cipondoh, Tangerang. Dia menjual kegadisannya karena alasan ekonomi.

Menurut Chito, Sasya dikenalnya di sebuah pusat perbelanjaan dua bulan lalu. Kemudian keduanya sering saling kontak dan jalan bareng. Tapi baru tiga minggu lalu Sasya meminta Chito menjual kegadisanya.
Chito mengaku, menjual Dini lebih mudah ketimbang menjual Sasya. "Kalau Sasya harus bos-bos soalnya. Saya belum punya kenalan bos. Kalau Mas punya bos mau, kabari saja. Atau tawarin saja sekalian, naikan tarifnya. Nanti kelebihannya untuk Mas," kata Chito kepada Warta Kota.
Di bisnis 'cabe' yang masih gadis ini agak berbeda ketimbang yang sudah tidak gadis. Ada istilah 'dioper' di bisnis 'cabe' gadis. Dioper itu seperti dijual oleh pihak ketiga atau pihak lain. Jadi yang menjual adalah temannya Chito.
Makanya tidak heran kalau tarifnya semakin mahal. Belum lagi ada istilah 'uang berisik'. Uang berisik ini diberikan konsumen ke penjual terakhir. Besaranya beragam, tergantung kesepakatan antara Rp 500.000 sampai Rp 2 juta.
Di Jakarta pasaran 'cabe' gadis paling mahal Rp 30 juta, adanya di Kemayoran, Jakarta Pusat. Tapi di CNI, Kembangan, Jakarta Barat, harga cabe gadis cuma Rp 10 juta-Rp 15 juta. "Makanya nanti Sasya mau coba saya tawarkan di Kemayoran. Bisa lebih tinggi di sana," kata Kemplang.
Kisah Cabe-cabean lainnya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar