Rabu, 19 Februari 2014

Deviardi Duga Dolar untuk Jero Wacik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deviardi mulai mengurai asal-muasal dana sebesar 284.862 dolar AS yang ditemukan dan disita penyidik KPK dari kursi di ruang kerja Sekjen Kementerian RSDM Waryono Karno.

Menurutnya, uang tersebut bagian diduga untuk Menteri ESDM Jero Wacik, dan petinggi Demokrat.
"Uang ke Sekjen ESDM itu kaitannya temuan langsung penyidik KPK, disinyalir nomor serinya sama," kata Effendi Saman, penasihat hukum Deviardi, pelatih golf Rudi Rubiandhini kepada TRIBUNnews.com, kemarin.
Keyakinan Deviadri ini berdasarkan nomor seri pada uang dolar tersebut berurutan dengan uang yang disita penyidik saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) di rumah mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubhiandini pada 13 Agustus 2013.
Menurut Effendi, uang tersebut adalah bagian dari uang 700 ribu dolar AS milik Febri Prastiadi atau 'orangnya' pengusaha Boy Thohir. Uang itu untuk negosiasi kontrak Migas.
"700 dolar AS bukan punya Widodo, tapi didapat Deviardi dari Febri Prastiadi, diterima dalam dua tahap. Karena uangnya di Singapura, lalu ditolong transfer dalam dua tahap oleh Widodo. Febri itu orangnya Boy Tohir," kata Effendi.
Widodo dimaksud adalah bos Kernel Oil Singapura Widodo Ratanachaitong yang diduga bertindak sebagai aktor intelektual dalam kasus dugaan suap SKK Migas.
Uang dari Febri itu, Deviardi berikan kepada mentan Kepala  Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini. Selanjutnya, Rudi memberikan uang itu ke Waryono Karno.

Effendi pun meyakini Menteri ESDM Jero Wacik yang menjabat Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, mengetahui penerimaan uang yang dilakukan oleh anak buahnya itu. Sebab, selain nomor seri berutan dengan uang temuan saat penangkapan Rudi, juga karena keterangan Jero Wacik yang kerap berubah.
"Pak Jero Wacik, orang yang kami duga mengetahui uang yang disita KPK itu, karena dia memberikan keterangan berbeda. Pertama dia sebutkan uang adalah uang operasional ESDM, lalu berubah. Dia membantah itu dan menyebut kalau itu uang haram. Karena itu diduga dia mengetahui. Lalu, kenapa dia bohong keterangannya," kata Effendi.
Deviardi mengaku pernah mendampingi Rudi bermain golf bersama Jero Wacik dan Waryono. "Kalau pas main golf, mereka tidak pernah bahas permintaan uang, tapi bahas soal migas dan tender yang sedang dilaksanakan atau akan ditenderkan."
 Effendi menegaskan, Deviardi hanya berperan sebagai kurir atau pengantar uang sebagaimana arahan Rudi Rubiandini. "Selain ke Tri Yulianto, sesuai BAP Deviardi ada juga uang itu ke Gerhald, lalu ke Rudi," ujarnya.
 Selain ke Rudi, Deviardi juga mengalirkan dana kepada empat politisi Partai Demokrat. Keempatnya, Ketua Komisi VII Fraksi Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana; anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Demokrat Tri Yulianto, Menteri ESDM Jero Wacik, dan Jhony Allen Marbun.
"Tidak ada khusus dana untuk Partai Demokrat. Tapi, kadernya seperti Sutan, Jero Wacik, Tri Yulianto, Jhony Allen. Tapi, itu masih pengusutan di KPK," ungkapnya.
Uang yang diserahkan Deviardi ke Tri Yulianto adalah untuk tunjangan hari raya (THR) bagi anggota Komisi Energi (VII) DPR sebagaimana permintaan Sutan.
"Kemudian uang yang terkait 200 ribu Dolar AS ke Tri Yulianto, kalau dari keterangan Rudi, itu uang yang diperuntukkan untuk Sutan untuk Komisi VII. Uang itulah yang dikirim oleh Deviardi kepada Rudi. Jadi, ada uang yang dari Febri Prastiadi dikirim dua tahap, pertama 300 Ribu Dolar AS dan 400 Ribu Dolar AS. Dan 200 Ribu Dolar AS diantara nya itu diserahkan ke Tri Yulianto," paparnya.
Effendi menjawab dengan diplomatis saat ditanya tentang aliran dana ke Sekjen Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas. "Yang lainnya, Rudi yang tahu. Deviardi cuma menerima dan mengatarkan uang terkait Rudi," kata dia.
Menurut Effendi, dugaan keterlibatan Sekretaris Kabinet Dipo Alam, diketahui dari pembicaraan antara Rudi Rubiandini, Jhony Allen, dan Gerhard Marteen Rumeser selaku Deputi Pengendalian Bisnis SKK Migas.
"Kalau soal Dipo Alam itu terkait pesoalan uang 1 juta dolar AS yang dianggap sebagai utang BP Migas di masa lalu. Jadi, sebelum Rudi Rubiandi jadi Kepala SKK Migas. Atas utang itu, Rudi Rubiandini hanya bisa menyanggupi menyiapkan dana 500 Dolar AS" ungkapnya. "Apakah uang itu sudah ditetima atau belum, silakan KPK mendalaminya," imbuhnya.
Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Jero Wacik sudah diperiksa KPK terkait kasus ini pada 2 Desember 2013. Ia mengaku tidak tahu asal usul uang USD 200 ribu yang disita KPK dari kantor Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM, Waryono Karno.
"Saya tidak tahu. Tanya ke Pak Sekjen. Uang USD200 ribu di ruang Sekjen tadi tidak dipertanyakan," kata jero.
Awal-awal kasus SKK Migas mencuat, Jero pernah menyatakan uang di kantor Sekjen ESDM adalah uang operasional. Namun, Jero mengaku belakangan meralatnya. "Itu sudah saya ralat waktu itu. Karena itu sudah diperiksa KPK, tanyakan ke KPK," ujar Jero.
Sekretaris Kabinet Dipo Alam pun telah membantah terlibat dalam kasus SKK Migas. Dipo mengaku tidak kenal dengan Dirut PT Kernel Oil Widodo Ratanachaitong.
"Saya tidak kenal yang namanya Widodo Ratanachaitong, tidak kenal dengan yang namanya Deviardi, tidak pernah berjumpa dengan mereka di manapun, dan kapanpun," kata Dipo dilansir laman Setkab, Jumat (29/11/2013).
Dipo mengatakan, bukan urusan dia untuk mengurus proyek Kernel di SKK Migas. "Urusan masalah tender Karnel Oil dengan SKK Migas maupun dengan instansi lain bukan wewenang atau Tupoksi Seskab," kata Dipo.
Terkait adanya berkas mirip berita acara pemeriksaan KPK terhadap Ketua Komisi VII DPR Sutan Bathoegana, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum dapat memastikan dokumen tersebut adalah betul BAP Sutan.
Karena itu, KPK enggan mengomentari munculnya nama Sekjen Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas dalam dokumen tersebut. "Saya tidak tahu BAP Pak Sutan seperti apa? kan belum tentu benar," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi ketika dikonfirmasi, Selasa (18/2).
Andai benar itu dokumen BAP Suta, KPK menurut Johan tidak bisa serta-merta memeriksa Ibas. Sebab keterangan Sutan harus melewati proses validasi terlebih dahulu. Terlebih, lanjut Johan,  pemeriksaan seorang saksi harus didukung bukti atau tidak. "Kan tidak sekedar pengakuan  dong," tegas Johan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar