Rabu, 17 September 2014

Pertama Kalinya, Jokowi Dinilai Ingkar Janji

Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla
memberikan keterangan pada wartawan terkait struktur dan porsi kabinetnya
mendatang, di Rumah Transisi Jokowi-JK, di Jakarta Pusat, Senin (15/9/2014).
Rencananya struktur kabinet Jokowi-JK akan diisi 34 kementerian dengan porsi
menterinya 18 orang dari kalangan profesional dan 16 orang lainnya
kalangan profesional dari partai politik. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Penelitian The Jokowi Institute pada Jokowi Watch Muhammad Sadli Andi menilai, sikap presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) yang akan memakai 34 menteri pada pemerintahannya mendatang merupakan sikap yang merusak terhadap janjinya saat kampanye.

"Sebanyak 34 kementerian yang diumumkan Jokowi kemarin menunjukkan sikap tidak konsisten. Saat kampanye Jokowi secara terang-terangan menyebut akan merampingkan kabinet dari yang ada saat SBY," kata Andi, Selasa, (16/9/2014).
Andi dalam penjelasannya menilai, pembentukan dan penyusunan kabinet merupakan hak preorogratif presiden. Namun, seharusnya Jokowi tidak melupakan janji kampanye yang akan merampingkan kabinet di pemerintahannya.
"Walau hal itu merupakan hak prerogatifnya, namun Jokowi harus semakin berhati-hati. Sebab belajar dari hal itu bukan tidak mungkin beberapa janji kampanye yang lain juga akan 'disimpangkan'.
Apalagi, publik juga memiliki penilaian 'prerogatif' individual dan kolektif. Ini adalah 'catatan hitam' perdana bagi Jokowi sejak kemenangannya dalam pilpres 2014," ujarnya.
Ketidak konsistenan Jokowi ini lanjut Andi, sudah mulai ditunjukkan kepada publik. Kedepan, hal itu bisa jadi mengakibatkan pemahaman publik yang berbeda kepada Jokowi.
"Yang tadinya pro terhadap Jokowi justru akan berpaling. Karena, mereka menilai Jokowi mulai tidak konsisten," tambahnya.
Kandidat Doktor dengan keahlian System Dynamics di Universitas Indonesia (UI) ini menegaskan kembali, jika Jokowi terus "mengingkari" janji saat kampanyenya keadaan ini sangat berbahaya.
"Jika seperti ini diulang lagi, bukan tidak mungkin suara yang awalnya pro terhadap Jokowi justru akan meninggalkannya.
Memang, hal itu sekarang tidak signifikan tapi bisa menjadi 'penyegar' bagi kelompok koalisi permanen merah putih," ujar Andi.
The Jokowi Insitute menyarankan agar Jokowi memperbaiki postur kabinetnya sebelum pelantikan presiden pada 20 Oktober mendatang.
"Masih ada kesempatan sampai pada pelantikan presiden. Sebaiknya inkonsistensi itu bisa segera ditutupi oleh Jokowi, selagi rakyat masih 'ragu-ragu' menilai ke-inkonsistensiannya," saran Andi.
"Mulai sekarang, sebaiknya Jokowi menjaga pupuk kepercayaan publik ketimbang hanya sekedar menyenangkan realitas politik semata," katanya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar