Senin, 29 September 2014

Cerita Korban Annas Maamun Tak Digaji 4 Tahun

TEMPO.CO, Pekanbaru - Mulyadi, pegawai negeri di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, tak bisa menghidupi keluarganya dari profesinya saat ini. Ia pun nyambi menjadi penjual obat herbal karena tak mendapatkan gaji sebagai pegawai negeri.

"Sekarang saya bisnis kecil-kecilan menjual obat herbal," katanya kepada Tempo, 28 September 2014. Nasib buruk itu bermula pada empat tahun lalu ketika ia menolak perintah Annas Maamun, yang saat itu menjabat sebagai Bupati Rokan Hilir.
Annas ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis pekan lalu karena diduga menerima suap senilai Rp 2 miliar terkait dengan proses alih fungsi 140 hektare lahan kebun sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Penetapan tersangka ini bermula dari operasi tangkap tangan yang dilakukan tim penyelidik dan penyidik KPK di rumah Annas di Cibubur, Jakarta Timur. (Baca juga: Annas Maamun dari Suap hingga Skandal Asusila)
Menurut Mulyadi, musibah yang menimpanya bermula pada 2010. Annas marah kepadanya setelah istri Mulyadi terjun ke politik dengan bergabung ke salah satu partai sebagai calon legislatif. Ketika itu Annas meminta istri Mulyadi bergabung dengan Partai Golkar yang dipimpin Annas.
"Saya menolak karena berpolitik merupakan hak setiap warga negara untuk memilih," kata Mulyadi. Itulah awal mula petaka tersebut. "Saya disebut pegawai negeri yang membangkang."
Setelah penolakan itu, turun nota dinas dari Annas untuk menahan gaji Mulyadi. Alasannya, daftar kehadirannya selama 102 hari kosong. Namun, itu tak bisa membuatnya dipecat karena tak ada buktinya. "Mereka tidak bisa menunjukkan bukti karena saya selalu masuk kantor," kata Mulyadi.
Masa tugasnya sebagai camat selesai pada 2010. Kini Mulyadi pun menjadi pegawai negeri non-job dan tetap tak digaji. Ia menggugat kebijakan Annas ini ke Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara di Jakarta, tapi tak membuahkan hasil.
Saat Annas pergi dari Rokan Hilir dan menjadi Gubernur Riau pada 2014, nasib Mulyadi tak otomatis berubah. Mulyadi kembali menghadap ke Kementerian di Jakarta pada Juni 2014. Hasilnya, Kementerian lantas melayangkan surat kepada Bupati Suyatno yang menggantikan Annas.
Suyatno menanggapi surat itu dan bersedia membayar gaji. Mulanya dijanjikan akan dibayar pada Juli, kemudian diundur menjadi Oktober mendatang.
Kepala Biro Humas Pemerintahan Rokan Hilir Hermanto mengaku tidak tahu persis persoalan penahanan gaji Camat Bangko. Namun, dia mengaku pernah mendengar sekilas tentang masalah tersebut. "Saya belum tahu betul persoalannya. Saya belum memantau secara keseluruhan," ujarnya.
RIYAN NOFITRA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar