Selasa, 06 Mei 2014

KPK Bisa Panggil Paksa SBY dan Ibas

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Firman Wijaya mengatakan, KPK bisa melakukan pemanggilan secara paksa kepada Presiden SBY dan putranya, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menyusul penolakan keduanya menjadi saksi meringankan (a de charge) untuk Anas terkait kasus dugaan korupsi proyek Hambalang dan lainnya.

Sebab, keduanya merupakan saksi fakta atas perkara korupsi yang menjerat Anas.
"Panggilan paksa bisa saja dilakukan, kalau memang ya ada kesungguhan. Ini kan saya rasa semua instrumen bisa digunakan, kalau kita sepakat equality before the law (persamaan di depan hukum)," kata Firman usai mendampingi pemeriksaan Anas di kantor KPK, Jakarta, Senin (5/5/2014).
"Persoalannya KPK berani tidak melakukan panggil paksa," imbuhnya.
Menurut Firman, tanpa harus diajukan menjadi saksi meringankan, sudah semestinya KPK memeriksa SBY dan Ibas sebagai saksi. Sebab, keduanya merupakan saksi fakta atas perkara Anas. "Kan bisa saja menjadi saksi fakta. Karena di sini kan persoalan yang bertanggung jawab yuridis terkait dengan proses kongres itu," kata Firman.
"Meringankan atau memberatkan, saksi fakta, kan penyidik yang menilai. Kami sebagai penasihat hukum melihatnya ini saksi fakta," tandasnya.
Firman menyadari KUHAP mengatur pemanggilan paksa oleh aparat penegak hukum dilakukan setelah yang bersangkutan tidak hadir tanpa memberi alasan jelas setelah dua panggilan pemeriksaan sebelumnya. "Tapi, saya rasa, semua demi kepentingan hukum, instrumen hukum apapun bisa dilakukan," kata dia.
Namun, Pasal 216 KUHAP mengatur seseorang tidak serta merta menolak memberikan keterangan tanpa alasan yang jelas menurut hukum.
Pasal 216 KUHAP mengatur, "Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda puling banyak sembilan ribu rupiah. Rumusan ini tegasnya menentukan terhadap pelanggaran saksi yang tidak menghadiri pemanggilan dari Penyidik. Dalam ilmu hukum pidana,
Perbuatan ini merupakan perbuatan yang mengabaikan (een nalaten)‬".

"Saya rasa instrumen pemanggilan paksa itu bisa menjadi instrumen terakhir yang bisa dilakukan, demi fairness (asas keadilan) dalam kasus Anas Urbaningrum. Kalau ini tidak dilakukan, ya wajar saja, kami merasakan," ucap Firman.
"Tapi, sebenarnya ini aspek pertanggungjawaban pidana," tukasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar