Selasa, 06 Mei 2014

Hadi Poernomo Punya 'Senjata Pemusnah Massal' Menggigit Sri Mulyani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo menegaskan perseteruan antara Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo (HP) dengan Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Idrawati (SMI) sudah terjadi sejak lama.

"Ketika masih menjadi Dirjen Pajak, HP telah menolak 3 kali permohonan keberatan pajak Halliburton yang nilainya ratusan juta dollar. Makanya ketika SMI menjadi Menkeu, tanggal 21 April 2006, SMI memberhentikan HP. Diganti oleh Darmin Nasution," kata Soesatyo ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (5/5/2014).
Tidak lama menjabat, Soesatyo mengatakan keberatan pajak Halliburton dikabulkan oleh Darmin. Kebetulan yang menjabat Direktur PPh adalah orang yang sama yang menolak BCA.
"Dan begitu  Darmin menduduki kursi Dirjen Pajak, maka keberatan pajak Halliburton langsung dikabulkan oleh Darmin dengan menghilangkan dokumen pandangan hukum," katanya.
Lanjut Soesatyo disinilah harusnya KPK juga masuk memeriksa Darmin atas potensi kerugian negara ratusan juta dolar AS.
"Sebenarnya kita tinggal tunggu saja serangan balik HP. Sebab, Jangan heran, HP masih punya senjata pemusnah massal yang akan menggigit kepentingan AS dan SMI beserta kroninya di Indonesia yaitu kasus PT. Freeport," katanya.
Hasil pemeriksaan Freeport, menurut Soesatyo, sebenarnya telah lengkap.  Namum kabarnya diintervensi langsung oleh kekuasaan. Sehingga Surat Ketetapan Pajak (SKP) konon berkurang sampai Rp 1 triliun lebih.
"Saya dengar, semua berkas sudah ada ditangan HP. Tinggal diledakkan saja," katanya.
Sebelumnya diberitakan, tersangka kasus suap pajak Bank Central Asia (BCA), Hadi Poernomo, ternyata pernah menjadi orang kuat saat menjadi pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan RI.
Hadi, menjadi Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu RI yang korup tapi tetap dipertahankan selama era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia juga tetap bertahan meski menteri keuangan sudah empat kali diganti.
Namun, keperkasaannya tersebut tak berdaya setelah SBY menunjuk Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.
Hanya dalam jangka waktu lima bulan sejak dilantik, Sri Mulyani sukses melengserkan Hadi Poernomo sebagai dirjen pajak.
Ternyata, keberhasilan Sri Mulyani menggulingkan dirjen korup tersebut bukan lantaran ada programnya pribadi untuk mereformasi institusi perpajakan.
Menurut laporan dalam kawat diplomatik rahasia Amerika Serikat berkode JAKARTA 00005420 001.2 OF 004, seperti yang dilansir dari laman wikileaks.org, Minggu (4/5/2014), Sri Mulyani didesak melengserkan Hadi Poernomo yang dinilai merugikan pebisnis AS.
"Ketika Sri Mulyani mengunjungi Washington DC untuk bertemu World Bank (Bank Dunia) dan International Monetary Fund (IMF), komunitas lembaga donor mendesaknya untuk 'membuat gebrakan' yakni memecat Poernomo," terang dokumen tersebut.
Sehari setelah Sri Mulyani kembali ke Indonesia, yakni 26 April 2006, ia langsung melantik Darmin Nasution sebagai pengganti Hadi Poernomo.
Masih menurut laporan intelijen AS tersebut, Darmin Nasution dinilai bukan sosok ideal sebagai pengganti Hadi Poernomo dan juga untuk melindungi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia semisal Freeport.
Namun, laporan itu menyebutkan seorang insurance executive di barat mengatakan, sosok Darmin bisa melakukan apa saja untuk menyelesaikan persoalan.
Contohnya, Darmin berani "membayar" Komisi XI DPR Ri senilai 100 ribu Dolar AS pada tahun 2004, demi memuluskan amandemen undang-undang kepailitan.
Hingga berita ini dimuat, belum diperoleh konfirmasi dari mantan Dirjen Pajak Kementeriaun Keuangan Hadi Poernomo, dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar