Jumat, 14 Maret 2014

Satwa Langka Jawa Timur Banyak Diselundupkan ke Cina dan AS

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Pasar satwa langka di luar negeri, ternyata jauh lebih menggiurkan dibanding di dalam negeri.Jumlah peminat yang besar dan harga yang tinggi, menjadi daya tarik para pengepul dan pedagang untuk ramai-ramai mengekspor satwa langka, tentu saja secara ilegal.

Pasar konsumsi hiu misalnya, sudah tidak lagi mengandalkan pasar dalam negeri. Para pengepul dan pemburu hiu di Muncar, Banyuwangi, mengaku lebih senang mengekspor komoditas langka itu.
Baik berupa sirip, daging, maupun tulang hiu. Pasar Amerika Serikat paling disenangi. Di sini, hiu menjadi sajian di restoran kelas atas. Harganya cukup tinggi. Sirip hiu bisa mencapai Rp 2.1 juta/kilogram.
Mispan, nelayan yang biasa berburu hiu menjelaskan,  permintaan daging dan sirip hiu di sejumlah kota besar dalam negeri memang masih ada. Namun, jumlahnya tidak terlalu banyak.
"Ada saja permintaan dari Jakarta dan Surabaya. Tapi yang lebih banyak permintaan dari luar negeri. Misalnya Amerika Serikat," ujar  nelayan yang sudah 20 tahun memburu hiu itu.
Tak cuma hiu. Puluhan satwa langka lain juga menjadi komoditas yang laris di pasar internasional.
Sebagian untuk keperluan konsumsi dan sebagian lagi untuk hiasan dan piaraan.
Kasus penyelundupan menjadi bukti kuatnya  pasar  internasional itu. Dalam lima bulan terakhir, setidaknya sudah dua kali terjadi  penyelundupan besar-besaran.
Penyelundupan pertama berhasil digagalkan Kantor Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, akhir  Oktober 2013.
Petugas menemukan ratusan jenis tanduk rusa, ribuan pak kerang, ribuan ular air tambak serta tokek.  Semuanya akan dikapalkan ke Cina.
Satu bulan kemudian, giliran Balai Besar Karantina Pertanian (BBPKP) Surabaya menyita satwa langka dari  penumpang KM Roro asal Makasar.
Satwa tersebut adalah wallaby (kanguru tanah), dua ekor kakaktua raja (Probosciger Aterrimus), tiga ekor kakaktua jambul kuning, cendrawasih, tanduk rusa dan puluhan burung nuri. Diduga puluhan satwa itu hasil jarahan dari sejumlah hutan konservasi di  Papua.
Laporan Tim Liputan Khusus Surya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar