Rabu, 27 Agustus 2014

Cara Kasianur Menolak Iming-iming Uang dan Jabatan Politik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembukaan sidang putusan perselisihan hasil pemilihan presiden (pilpres), Kamis (21/8/2014) siang, molor sekitar 25 menit dari jadwal. Kendala teknis pada penggandaan putusan jadi penyebabnya.

Penggandaan putusan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tak bisa ditunda. Kelaziman di MK, seusai sidang pembacaan putusan, para pihak dalam perkara menerima salinan putusan persis yang dibacakan hakim.
Masalahnya, putusan yang dibacakan di MK kemarin, ketebalannya mencapai 4.392 halaman. Sementara, hingga lewat jam makan siang, para hakim MK masih melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk menyusun putusan. Tak pelak, sidang yang dijadwalkan dibuka pukul 14.00 WIB itu, terlambat hampir setengah jam.
Sesuai peraturan, sidang PHPU harus disegerakan. Karena itu pula, sidang perselisihan hasil pilpres 2014 yang diajukan kubu Prabowo-Hatta pada 25 Juli lalu, selesai dalam tempo kurang dari sebulan.
Adalah panitera yang memiliki andil besar pada kelancaran sidang-sidang di MK. Sebelum sebuah berkas perkara sampai di meja hakim, berkas itu harus diperiksa panitera. Pada tahap ini panitera berwenang menyatakan permohonan memenuhi syarat formil atau tidak memenuhi syarat.
"Artinya apa? Artinya, setiap perkara yang masuk ke MK, kepaniteraan yang dipimpin oleh panitera harus melihat apakah syarat formil itu lengkap atau tidak? Termasuk dalam perkara pilpres. Jika syarat formilnya lengkap, perkaranya baru bisa dinyatakan diterima," kata Panitera Mahkamah Konstitusi, Kasianur Sidauruk, ketika ditemui di ruang kerjanya, Kamis (21/8/2014).
Kasianur yang bertugas di MK sejak lembaga ini dibentuk tahun 2003, telah menjumpai berbagai perkara. Namun, seluruhnya memiliki kesamaan yakni para pihak yang disebut dalam perkara menginginkan kemenangan. Beberapa di antara mereka ada yang mau menempuh cara-cara kotor untuk meraih kemenangan tersebut. Karena tahu kalau panitera memiliki peran penting pada setiap perkara, mereka pun berusaha mempengaruhi Kasianur.
Kasianur mengaku pernah diiming-imingi uang dan jabatan politik. "Waktu pemilu legislatif tahun 2004, banyak yang seperti itu, ingin memberikan sesuatu. Saat itu sistem di MK tidak seperti sekarang. Saat itu mereka gampang saja kalau mau bertemu kami. Kalau sekarang sulit," ungkap pria kelahiran Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 22 Januari 1957 tersebut.
Selain secara langsung ke Kasianur, upaya mempengaruhi juga ditempuh lewat jalan memutar. Mereka melakukan pendekatan ke kerabat Kasianur agar si kerabat memengaruhinya.
Untuk menghadapi godaan tersebut, Kasianur Sidauruk mengedepankan prinsip hidupnya. "Saya memang sudah punya prinsip, yakni saya merasa gaji dari pemerintah sudah cukup. Saya pikir, apa lagi yang kurang. Anak-anak sudah besar dan sudah berhasil semua, tidak ada lagi tanggungan," ujarnya.
Saya bilang, saya tidak terlalu membutuhkan hal-hal seperti itu. Anak saya sudah jadi pegawai semua. Ada yang jadi jaksa di Kejaksanan Negeri Simalungun, dan yang satunya lagi jadi jaksa di Kejaksanaan Negeri Stabat. Sedangkan si bungsu di PT Angkasa Pura I. Istri saya juga bekerja, dia seorang guru. Gaji dari pemerintah saja yang kita cukup-cukupkan. Kita jangan berbuat neko-neko lagi," papar Kasianur. "Kalau dibilang cukup, di dunia tidak ada yang cukup. Itu semua tergantung kita," imbuhnya.
Sepanjang menangani perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden 2014, Kasianur tak pernah mendapat tawaran materi ataupun jabatan tertentu. Namun, katanya, ada sejumlah pihak yang berusaha mendekatinya untuk mendapatkan informasi terkait perkembangan perkara tersebut. "Itu datang dari segala penjuru. Biasa-lah. Orang bilang begini dan begitu. Saya bilang ke mereka, nanti kita lihat aja di persidangan ya. Dan hal itu bukan kewenangan saya," katanya.
Kasianur mengatakan, ia tidak akan mencoreng pengabdiannya di MK hanya gara-gara materi atau jabatan. "Panitera juga jangan memberi harapan ke mereka. Itu justru yang bikin rusak," katanya.
"Saya baru-baru ini menerima penghargaan 30 tahun dari presiden. Mana bisa saya bertahan begitu kalau tidak dilihat perjalanan saya," ujarnya. (Abdul Qodir/Eri Komar Sinaga)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar